Pernah suatu
ketika dalam kebersamaan terbesit perasaan bangga sebangganya, tetapi
tak jarang saya juga merasa kecil sekecil-kecilnya dihadapan para
idealis
muda penyampai aspirasi mahasiswa
ini.
Medan 15-19 Oktober 2014
Bermodalkan sertifikat pelatihan jurnalistik tingkat
dasar, bersama 28 orang mahasiswa yang tersebar
di seluruh Indonesia berkumpul di Medan,
Sumatera Utara (SU). Mulai dari Universitas Al-Muslim Aceh hingga Universitas Hasannudin
Makassar. Kami adalah mahasiswa
beruntung yang
berakvitas di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Kami dikumpulkan dalam
suatu Pelatihan
Nasional Pers Mahasiswa (Pena Persma) 2014
yang diselenggarakan oleh Institut Agama Islam
Negeri (IAIN)
SU. Suatu pertemuan dari berbagai
kebudayaan melebur dengan berwadahkan jurnalistik membuat
kami merasa senasib seperjuangan.
Foto bersama: Peserta dan panitia Pena Persma 2014 IAIN SU foto
bersama setelah pembukaan acara, Kamis (16/10).
Suatu seremonial yang langsung mengakrabkan tercipta
begitu saja. Ketika
kami saling berbagi cerita tentang
kebudayaan yang kami miliki.
Mulai dari LPM Pilar dari Universitas Lampung
dengan aksaranya yang tidak bisa kami
baca, apalagi diterjemahkan sehingga membuat kami kebingungan. LPM Suara Al-Muslim dan LPM Detak dari Aceh dengan
tarian seribu tangannya, LPM Wartadinus dari Semarang yang tidak hanya terlibat dunia jurnalistik di kampus
tetapi juga dengan Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia di Semarang.
Tidak mau ketinggalan Provinsi Sumatera Barat juga bercerita tentang Rumah Makan
Padang yang tidak ditemukan di Padang.
Tetapi banyak ditemukan di tempat lain karena begitu
terkenalnya masakan Padang itu
.
Diskusi bebas: Setelah makan bersama peserta dan panitia berbagi cerita
mengenai daerah masing-masing, Rabu (16/10).
Selanjutnya kami melaju ke Berastagi Kabupaten Karo, sekitar tiga sampai
empat jam menggunakan bus menuju penginapan Orange
City tempat kami
memulai petualangan. Sesuai
dengan tema Pena Persma 2014 yaitu Jurnalisme
Bencana, penginapan ini tidak terlalu jauh dari kaki
Gunung Sinabung. Udara dingin memasuki
pori-pori ketika baru menginjakkan kaki di
dataran tinggi ini, kami langsung disambut teh
panas yang sedikit menolong menghangatkan suasana.
Karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB kami pun diminta untuk
beristirahat karena masih banyak agenda yang menunggu besoknya.
Orange City: Ini adalah
tempat kami menginap selama beberapa hari ketika mengikuti pelatihan,
pemandangan alam yang masih asri, Jumat (17/10)
Setelah dibekali materi-materi pada pelatihan, kami akhirnya dibawa langsung terjun
ke lapangan. Sesuai dengan tema pada
Pelatihan ini, reportase lapangan ke Desa Guru Kinayan (Gurki) pun dimulai, beradius
lima kilo meter dari kaki Gunung Sinabung. Ketika sampai di Desa Gurki kami
langsung menyaksikan erupsi dengan muntahan awan panas pukul 12.14 WIB sekitar
empat sampai lima menit, Sabtu (19/10).
Erupsi: Gunung Sanabung
kembali mengeluarkan awan panasnya, muntahan tersebut terlihat di Desa Guru
Kinayan, Sabtu (19/10).
Kami melanjutkan perjalanan ke tempat pengungsian korban
Gunung Sinabung yaitu di Universitas Karo (UKA), Kecamatan Kabanjahe. Di UKA ini, terdiri dari tiga posko, di
antaranya: UKA I, UKA II, dan UKA III. Sejak
tanggal 12 September 2013 posko ini dihuni
oleh masyarakat Kabanjahe lebih kurang 200 Kartu Keluarga. Di Kecamatan Kabanjahe terdapat 23 desa, tiga desa di antaranya sudah
dipulangkan. Dengan membawa niat baik,
panitia pelaksana Pena Pesma memberikan bantuan berupa sembako untuk para
pengungsi di UKA III.
Penyerahan bantuan: Ketua Panitia, Edo Putra mewakili panitia memberikan secara simbolis sembako kepada korban pengungsian Gunung Sinabung, Sabtu (18/10).
Sebelum penutupan ada penampilan dari peserta, yaitu memperagakan kebudayaan dari daerah masing-masing. Malam yang dingin tidak menjadi alasan untuk mengurangi minat dan antusias semuanya. Bermodalkan alat seadaanya para mahasiswa ini berupaya menyajikan kebudayaan mereka sebaik mungkin, karena budaya adalah gengsi yang harus mereka jaga.
Penampilan: Mahasiswa Padang sedang menerangkan mengenai suatu
filosofi yang berlaku di daerah mereka, Sabtu (18/10).
Setelah berbagai penampilan, akhirnya acara sakral yang tidak ingin cepat dijumpai menghampiri juga. Para pejuang bermodalkan tulisan ini memasuki dimensi perpisahan. Hanya beberapa hari, tapi untuk sebuah memori dalam ingatan rasanya sudah tersimpan indah. Sebuah perjalanan yang kita lalui tanpa butuh proses lama untuk saling mengenal, tetapi terasa hangat saat bersama. Para generasi muda berlatar belakang berbeda tentunya dengan pemikiran yang berbeda juga. Tetapi satu yang bisa dipastikan sama, dengan tujuan membantu menyuarakan aspirasi mahasiswa.
Tandatangan: Peserta dan panitia menandatangani kain putih sebagai
kenang-kenangan, Sabtu (18/10).