Jumat, 18 November 2016

11 dan 58-nya Papa

Pada tanggal 11 di bulan 11 tahun ini, pria yang lahir di tahun 1958 itu juga memasuki umur 58 tahun.

***
Tahunnya kembali berulang. Tapi, tak sedikit pun kata selamat keluar dari mulutku. Padahal kata itu identik dengan berulangnya tahun kelahiran di seluruh dunia.

Lupa? Tentu tidak, sedari tanggal 11 November tahun lalu, aku sudah mengingatnya untuk tahun ini. Karena jauh? Tidak! Demi itu aku menempuh perjalanan lintas provinsi seharian. Tak peduli? Salah! Hanya untuk itu aku mencutikan diri sejenak.


Lalu kenapa???
Ada suatu hal yang membatu. Mengakibatkan lidah ini kelu hanya untuk berujar kata selamat ulang tahun padanya. Bibirku kaku untuk bergerak mengejanya. Dan hatiku gentar untuk melisankan ucapan itu padanya.

Pada siapa???
Dia. Ya dia. Lelaki yang telah kukenal seumur hidupku. Yang suaranya pertama kali tertangkap oleh telingaku. Membisiki seruan Tuhan melalui ikamah yang dialunkannya.
Kalian tahu? Padanya aku menemukan tempat ternyaman di dunia ini, yaitu di dekapannya. Dia yang tak ragu meninggalkan segalanya demi seorang Wici yang bersemanyam dalam tubuhku ini.
Lelaki itu kupanggil Papa. Iya, pria mamaku.

Ingin tahu, Pa?
Untuk seorang ayah yang darahnya mengalir di tubuh ini, kenapa aku sangat pelit menyuarakan morfem "selamat" padamu, Pa?
Jawabannya, karena aku membenci sebuah perayaan atas berkurangnya kebersamaan kita. Bagiku tak ada yang perlu diselamati atas berkurangnya jatah usia. Seremonial yang tak selayaknya dirayakan.

Namun, aku takut lupa bersyukur atas kebersamaan yang telah dikarunia oleh Tuhan ini. Hingga untuk itu aku menuliskan ini semua.

Terima kasih untuk segalanya, atas sepanjang masa yang tak terkira ini. Terima kasih selalu mendukungku berjuang atas kehidupan ini. Terima kasih masih bersabar demi janji-janjiku yang tak pernah kau tagih. Terima kasih telah menyediakanku sebidang bahu kokoh untuk tempat bersandar. Terima kasih telah menjadi pria setia di samping Mamaku. Terima kasih telah menjadi ayahku dan Uda, Pa. Karenamu aku tak mengenal kata menyerah akan dunia ini.

***
Tanggal 11 pada bulan 11 di tahun 1958 beliau dilahirkan ke dunia ini. Pada tanggal 11 bulan 11 tahun ini, beliau berumur 58 tahun. Sehari setelah itu diperingati sebagai hari ayah. Papa, selamat ulang tahun dan selamat hari ayah, Pa.

(Aku mengingkari kebencianku atas kata "selamat" demi mengenapkan momentum bertambahnya umur di dunia kita ini. Bukankah ulang tahun identik dengan ucapan itu?)
^_^

Jumat, 04 November 2016

Menulis dan Produktifitas

Jika menulis hanyalah suatu hobi, tentu bisa dilakukan sesuka hati. Namun bagiku menulis adalah kebutuhan.

***
Biasanya aku suka menjadikan tulisan sebagai perantara bagi hati yang gundah. Bercerita dengan bebas tanpa hambatan. Mencurahkan risau tentang hari yang terlewati. Bercengkrama dengan hiruk pikuknya pikiran. Menuang segala bentuk emosi yang tertahan. Mengadu pada kata-kata. Hingga sesakku serasa terangkat.

Alasannya sederhana. Tak ingin menulari galau pada yang lain. Lebih dari itu, aku tak ingin semakin terpuruk jika berkeluh pada yang lain.

Menjadi orang yang perasa membuatku sangat sensitif. Ditolak sedikit saja butuh ribuan detik untuk memulihkan ketidakenakan yang bersarang di hati. Dipatahkan saja ketika membagi iba membuatku semakin mengiba. Lalu aku memilih mendiam. Hingga menguatkan pola pikirku bahwa memang tak patut bercuap-cuap tentang hati yang berduka.

Lebih dari itu aku butuh bahan untuk menuntaskan kebutuhanku. Dan menulis bagiku adalah kebutuhan.

Ini hanya bahan untuk memenuhi kebutuhanku.