Dia yang pertama kali menyentuh
Senyumnya mengalahkan berjuta rasa yang didera
Untuk seseorang yang menangis menyapa dunia
Janji menyelinap tanpa ada saksi selain Rabb-Nya
Dialah malaikat untuk sosok lemah berwujud bayi
Dia yang mengajari dunia
Mulai merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari
Berlari mengerja segala mimpi
Malaikat itu kupanggil Mama
***
23 Janauri 1994
RS, Ambon
Subuh itu pertama kalinya bayi itu menyapa dunia,
dengan tangisan yang mengawali kehidupannya. Dilanjutkan dengan suara Papanya
membisikan iqhomah di telinga mungilnya. Anugerah kembali menyentuh bayi kecil itu,
dengan terlahir sebagai seorang Muslimah. Serta berbagai harapan yang
disematkan sang Papa, bercampur kebahagiaan yang tak dapat didustakan.
Sebelumnya juga sudah ada pria kecil yang menjadi gajoannya, bayi ini pelengkap
kebahagiaan dalam keluarga kecil tersebut.
***
23 Januari 2014
Padang, Sumatera Barat
Bayi 20 tahun silam itu adalah aku, bayi yang
telah menjelma menjadi seorang gadis. Masa itu telah berlalu tepat 20 tahun
silam, tapi cerita Mama masih melekat kuat di ingatanku. Kala dia memberi
nama dengan berjuta harapan yang ikut menyertaiku. Mulai aku merangkak,
berdiri, berjalan, dan berlari semua rekaman yang pernah terlalui, kembali dia
putarkan untukku. Malam ini kembali kukenang sendiri, suatu tuntutan yang
membuatku tak bisa menatap langsung ketika harapan mereka mengiring
berkurangnya usiaku. Tetapi lantunan doanya ku yakin tak akan pernah berhenti
mengalir. Malam ini, aku sendiri menggeluti pertukaran simbol kehidupan, bukan lagi belasan tapi sudah menginjak puluhan. Memang
tak ada yang perlu dirayakan dari usia yang berkurang, tapi menyelinap rasa
yang ingin dilirik. Sekadar seuntai doa, berharap di-amini semesta.. :D
Terbesit sedih, pertama kalinya tak mengukir
kebersamaan ketika waktu semakin mengurangi jatahku, tetapi tentu umur juga
membuktikan dewasa memang sudah layak untukku sandang. Telepon mereka semalam
sempat membuat hatiku terenyuh, tapi ini juga kado terindah yang bisa ku petik
manfaatnya. Bukan tradisi kami juga merayakan dengan pesta, tapi kami punya
cara sederhana yang membuat semua begitu berarti. Biasanya setiap moment ini
menghampiri, mereka kembali mencerita setiap episode yang pernah kulewati. Walau
hal tersebut sudah terjadi berulang, tapi ketika semua singgah di gendang
telingaku, terasa memiliki jiwa yang baru.
***
Teringat, sudah banyak jejak-jejak yang berhasil
membekas disetiap langkah kakiku. Baik itu suka, mau pun duka telah menoreskan
tandanya sendiri. Meninggalkan sesuatu yang patut untuk kukenang dari bagian
hidupku.
Tak lagi putih yang terbias pada kertas
perjalananku, ia telah bernoda bahkan usang terhimpit waktu. Tidak
hanya tingkah baik yang kutebarkan, mungkin juga meninggalkan guratan tak
senang di wajah mereka yang singgah dalam kenanganku. Sungguh aku tak pernah
bermaksud menciptakan kenangan buruk kala bayangan tentangku menghampiri mereka.
Tapi rasa kadang sering menyelinap dan berhasil menguasai pikiran dan hati,
rasa mewakili semua belang perangaiku. Ia menjajah, dan aku yang terjajah
sehingga terlampiaskan kepadamu (yang mungkin terlukai).
Aku memang tak akan pernah bisa sempurna tanpa
celah, kilaf kadang sering membekas. Tapi lembaran baru yang putih
tersedia jika nadi masih berdenyut. Izinkan ku coret memori indah ke depannya untuk jiwa yang akan singgah dalam hidupku.
***
Nada pesan pertama yang mengingatkanku bahwa
detik itu telah sampai dari Mama, malaikat yang mempertaruhkan nyawanya
untukku, berlanjut nada panggilan masuk darinya yang digilir kepada pria
terhebatku, Papa. Ucapan terima kasih pertama kuaturkan untuk keluarga kecilku
ini, yang telah menimpaku, dan berhasil membentuk pribadiku yang sekarang.
Keluarga yang selalu mendukung apa pun langkahku, selagi tak berbenturan dengan
perintah-Nya. Terima kasih selalu menjadi yang pertama mendukung apa pun
pilihanku. Mereka yang tidak pernah menuntutku menjelma dalam kepura-puraan
yang dipaksakan, karena sesuatu yang dipaksakan itu memang tidak akan berbuah
baik. Berbagai doa yang mengalir dalam harapan mereka, semoga di ijabah oleh
Allah. Amin.. :D
Terima kasih untuk saudara se”rumah”ku, yang kebetulan
mempertemukan kita juga di rumah tersebut. orang-orang luar biasa yang sepakat
mengikat satu sama lain dengan kata keluarga. Orang-orang yang selalu berhasil
membuatku iri, mereka yang ingin aku
curi ilmunya. Teruntuk kakak dan abangku disana, terima kasih telah menjadi
benteng yang menjaga rumah kita yang selalu membuat ku terpukau dengan keunikannya masing-masing. Terkhusus kawan seperjuangan, sekaligus lawan
yang mencambuk kemalasan yang sering menderaku kala lelah menguasai raga. Banyak hal yang kepelajari dari
kalian. Tentu bukan hanya kebahagiaan yang kita nikmati, pahit pun sering kita
jumpai kala argumen beradu argumen yang tak mau saling mengerti.
Sempat kecewa melintasiku tadi, ketika semaunya
bertingkah seolah tak ada yang terjadi. Mendiami diriku, atau malah aku yang
membuat keadaan semakin senyap. Iringan lagu tadi sungguh membuatku terkejut,
tak terlintas dalam pikiranku. Bukan karena nyanyian “happy brithday” yang
kalian lantukan, atau kue brownies “cinta” yang kutiup tanpa lilin 20
bertengker di atasnya. Lebih dari itu, untaian doa kalian yang memang sangat
kunantikan. Maaf aku belum bisa jadi saudara yang kalian idamkan, maaf juga ego
sering membelenggu tingkahku, tapi kalian buktikan padaku bahwa saudara tak
serahim itu memang ada, dan itu kalian, yang kutemukan tertinggal di "ruamah" kita. Aku menyayangi kalian seperti aku juga
mengasihi rumah kita “Ganto”.
***
Segala puji bagi Engkau, Tuhan semesta alam yang
masih memberiku kesempatan untuk mencicipi setahun yang telah berlalu dan berharap untuk kesempatan di tahun-tahun ke depannya. Yang
mempertemukana ku dengan mereka yang membuatku selalu bermimpi untuk lebih baik
lagi. Syukur yang tak terhingga kepada Allah, karena telah menitipkanku pada
mereka, orangtua luar biasa. ^_^