Senin, 12 Januari 2015

Kunjungan ke Media Lokal



Siang itu bersama 30 mahasiswa lainnya dari Universitas Negeri Padang (UNP) yang mengambil Mata kuliah Keredaksian untuk Program studi (Prodi) Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) mengikuti kuliah lapangan di Singgalang, Kamis (20/11). Singgalang merupakan surat kabar (koran) harian umum independen, media Sumatera Barat yang dikirim untuk nasional. Jadi penikmat Koran Singgalang tidak hanya masyarakat Sumatera Barat, tetapi juga nasional. Terletak di Jalan Veteran No.17, Padang.
Kunjungan ke media lokal Sumatera Barat ini bertujuan untuk mengajak langsung Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia terjun ke dapur redaksi suatu media. Agar mahasiswa tidak hanya mendapatkan teori di perkuliahan, tetapi juga langsung melihat praktek nyata di lapangan. Bagaimana suatu media mengolah berita hingga layak dikonsumsi oleh bersama.Novrizal, M.Pd., selaku dosen yang mengampuh Mata Kuliah Keredaksian ini mengatakan untuk mengetahui bagaimana keredaksian suatu surat kabar, maka mahasiswa dibawa langsung mengunjungi media lokal ini. Walau saat itu demo besar-besaran mengenai kenaiakn BBM tengah terrjadi dan mengakibatkan kemacetan, tetapi tak mengurungkan niat untuk tetap melakukan kuliah lapangan ini.
Setelah sampai di Kantor Singgalang, kami pun dibawa ke Rattan Room untuk mengadakan diskusi seputar keredaksian disana. Terdapat tiga orang karyawan Singgalangyang memberikan materi untuk Mahasiswa Sastra Indonesia. Di antaranya: A.R. Rizal selaku Koordinator Mingguan sekaliguspenanggung jawab Rubrik Sastra, Lenggogeni Redaktur penganggung jawab rubrik remaja, dan Eriandi Redaktur. Ketiga pembicara tersebut adalah redaktur yang sering berhubungan dengan rubrik-rubrik yang disediakan untuk ditulis mahasiswa.
Pemateri, Koordinator Mingguan sekaligus penanggung jawab Rubrik Sastra, Arizal menjelaskan bagaimana pengelolaan suatu berita hingga dinyatakan layak untuk dicetak. Mulai dari rapat redaksi (perencanaan berita), kemudian koordinator liputan memberikan pertanggungjawaban ke repoter, setelah itu masuk newsroom, rapat evaluasi berita, editing redaktur, layout, dan terakhir cetak.
Cara kerjanya mula-mula reporter menerima penugasan liputan dari koordinator liputan. Jenis liputan itu ada yang direncanakan dan ada kejadian yang isidentil atau langsung. Reporter mencari berita dan masih dalam bentuk mentah, kemudian diketik dan dikiriman ke redaktur. Setelah itu berita itu masuk ke newsroom. Kemudian berita yang dikirimkan reporter diolah oleh redaktur.Setelah diolah diadakan rapat evaluasi.Redakturmengevaluasi berita-berita yang masuk hari itu, biasanya rapat evaluasi ini diadakan sore hari. Jadi dalam rapat itu akan ditentukan mana yang headline, atau berita yang perlu ditambah, baik informasinya maupun narasumbernya.
Arizal juga menambahkan keutamaan dari media cetak adalah mengola berita yang menjadikan informasi itu bernilai. Point of newsadalah impact, konflik, humanisme, aktual, kedekatan, unik, dan tragedi.
Banyak hal yang didapatkan mahasiswasaat melakukan kunjungan kuliah lapangan ini. Seperti mengetahui bagaimana cara mengola berita, proses pembuatan berita, layouter sedang melayout berita yang akan dicetak, sampai kepada mesin percetakkan yang digunakan untuk menghasilkan koran. Mahasiswa belajar bagaimmana rutinitas yang dilakukan disuatu media.
Tidak hanya mencari dan menulis berita saja. Sama dengan media pada umumnya, Singgalang juga menerima tulisan dari luar. Ada rubrik khusus yang bisadiisi oleh mahasiswa. Beberapa mahasiswa yang mengikuti kuliah lapangan ini pernah diterbitkan tulisannyadi Singgalang. Pembicara juga memberikan trik untuk tulisan yang biasanya bisa diterbitkan, antara lain: sesuatu yangsedang booming atau hangat-hangatnya terjadi di kampus, dan disesuaikan dengan karakter yangtelahditentukan.
Setelah dijelaskan mengenai keredaksian di Koran Singgalang, kemudian kamipun diajak berkeliling untuk melihat ruangan reporter mengetik hasil beritanya, lalu ke ruang layouter memasukkan bahan yang akan di layoutnya danmelihat bagaimana mesin cetak yang besar untuk mencetak koran tersebut.
Setelah puas berkeliling Singgalang, berfoto di depan lobi kantor tak luput untuk mengabadikan momen ini. Banyak hal yang dapat kami jadikan pelajaran pada kuliah lapangan kali ini. Kami dapat mengetahui bagaimana suatu berita mentah yang kemudian diolah menjadi berita layak dibaca oleh kalangan masyarakat. Belajar bagaimana suatu berita harus memenuhi unsur 5W+1H yang sering kami jumpai ketika teori. Bagaimana deadline itu harga mati yang tidak bisa ditawar oleh seorang reporter. Dalam benak rekan-rekan saya yang lain, mungkin telah tertanam makna lain yang ditanggap ketika kunjungan itu. Tetapi dalam hati saya telah terpatri ingin menjadi salah satu bagian dari dunia juranlistik, setidaknya ilmu yang salah dapatkan ini bisa saya terapkan sendiri dalam tulisan kali ini.


Jumat, 09 Januari 2015

Pria Mamaku



Cemburu ketika melihat Mama memiliki lelaki sepertimu. Saat main rumah-rumahan waktu kecil dulu, aku selalu memimpikan punya lelaki hebat sepertimu. Sebenarnya itu hanya permintaan anak kecil yang polos, karena tanpa meminta seperti itu pun, kau memang pria terhebat dalam hidupku. Kalau diingat-ingat, jarang sekali amarah kau lampiaskan padaku. Padahal aku ini gadis egois yang tak mau mengalah dan keras kepala. Melihat kau yang tak pernah menuntutku apa-apa, membuatku sadar cintamu memang tak terbatas.
***
Tapi waktu terus berputar, gadis kecilmu ini telah beranjak meninggalkan masa-masa kecilnya dalam pelukkanmu dulu. Dewasa mulai merasukiku, dan sepertinya memberi jarang di antara kita. Banyak yang ingin aku ceritakan padamu, tentang apa yang kulewati saat masa ini mulai kurasakan. Aku memang tetap bercerita padamu, tetapi ada batas yang membuat aku tak bisa blak-blakan tentang sesuatu. Sesuatu yang sedikit demi sedikit memberikan tempat bagi pria lain di hatiku. Ini tentang cinta yang mulai menguasai hatiku. Aku tak tahu, apa kau tidak melihat aku ini bukan lagi gadis kecilmu, Pa. Atau kau takut aku akan berbagi hati dengan pria lain. Jangan takut Pa, tempatmu paling tinggi di hatiku.
Terkadang aku tak sadar, kalau aku merindukanku. Kenapa kau tak bilang langsung padaku, Pa. Apa Mama akan selalu menjadi perantara di antara kita? Dalam berbagai hal kita mirip, tentunya aku dekat sekali denganmu. Kita kompak untuk membuat Mama marah-marah melihat kita bertingkah. Kita sering menghabiskan waktu berdua, dan lupa kalau ada Mama yang menunggu kita. Ketika ada sesuatu yang aku inginkan, kita berusaha keras berdua mengerjakannya. Melihat semangatmu itu, aku yakin sekali aku keturunan darimu. Karena aku juga akan berusaha keras jika ada satu target yang ingin aku capai.
Tapi satu yang menjadi dinding pembatas kita, tembok yang tak bisa kau tembus dariku. Itu dia, masalah cinta. Kita kaku bercerita tentang itu, bahkan mungkin topik itu berusaha tidak kita sentuh. Agar ketegangan di antara kita tidak terjadi. Aku ingat ketika masa SMA-ku dulu. Kau selalu merazia handphone gadismu ini, bahkan aku terpaksa mengganti beberapa nama kontak di handphoneku agar aku tidak curiga. Gadis kecilmu ini dulu nakal. Maaf Pa, aku baru jujur sekarang. Hehehe
***
“Kalau disana, jangan lupa Papa, Nak. Sekali-sekali sms juga, tanyain kabarnya, Papa murung kalau handphonenya tak ada pesan darimu.” Aku tersentak mendengar kata Mama malam itu melalui telepon seluler. Aku tak sadar, kalau aku menambah beban di hati Papa. Cukuplah dia lelah dalam bekerja, malah aku menambah-nambah pikirannya.
“Iya Ma, maaf. Akhir-akhir ini tugas kampusku lagi banyak-banyaknya, makhlum ntar lagi ujian,” kilahku.
Sebenarnya tak ada satu pun, dari kegiatan di kampusku yang seharusnya merenggut waktuku untuk sekadar menyapamu melalui pesan di handphone. Tetapi, memang pikiran anak tak sepanjang pikiran orang tuanya. Maaf Pa, aku tak pernah peka terhadap hal itu. Karena tipemu sama denganku. Aku kira kau diam, kau baik-baik saja, ternyata aku salah.
***
“Kalau aku udah sukses, aku bawa Papa keliling Indonesia deh,” kataku saat kami sedang cerita-cerita di kampung waktu aku baru pulang Pelatihan Jurnalistik dari Medan. “Iya, Papa pengennya ke daerah-daerah yang belum Papa kunjungi. Papa pengen menjajakan kaki, minimal di setiap provinsi di Indonesia,” tanggapmu.
“Siiip, Pa. Kita nanti perginya bareng-bareng. Pasti asyik tu. Aku juga pengen ketanah kelahiranku lagi.” Memang aku terlahir jauh, di Indonesia bagian timur, bukan di kampung halamanku di Indonesia Barat. Aku lahir di Ambon, salah satu bukti Papa memang seorang perantau, mengantarkanku lahir disana.
Aku memang mirip sekali denganmu, apa lagi dalam hal travelling, hobiku itu jelas sekali warisan darimu. Waktu Papa muda, Papa juga suka sepertiku, mengunjungi kota-kota lainnya. Senang saja ketika bercerita tentang mimpi denganmu. Karena mimpi kita sama. Walau hanya dari ceritaku, kau sepertinya juga sedang berlayar disana. Satu hal lagi ayng membuatku bangga padamu, pengetahuan umummu, lebih hebat dari padaku. Jadi ketika kita saling bercerita, kau tak hanya mendengarkan, tapi kau menimpali dengan hal yang bahkan baru kuketahui. Mungkin karena kau suka membaca dan menonton sesuatu yang bermanfaat.
***
Tidak beberapa hari lagi, jatahmu bersamaku akan berkurang. Aku tak pernah ingin merayakan bertambahnya umurmu. Karna aku takut waktu akan semakin mengurangi kebersamaan kita. Tetapi, aku tetap tak bisa membendung perasaan syukur ini, karena Tuhan masih menyayangi kita, dengan kebersamaan yang tetap hangat dan tak akan pernah dingin di lewati waktu.
Jelas sekali keinginanmu untuk berkeliling negara kita, Indonesia ini belum bisa kepenuhi di saat tahunmu berulang kembali tahun ini. Tak akan bisa kukadoi untukmu tiket jalan-jalan pada tanggal 11 November bulan ini. Aku sadar sesadar-sadarnya, walau kau tak pernah menuntutku untuk membayar janji yang telah kubuat sendiri itu, tetapi itu tekad yang akan kuhadiahi untukmu suatu hari nanti. Bersabarlah, sampai waktu menjodohkan kita dengan saat-saat itu, Pa. Akan ku bawa kau menginjakkan kaki dimana pun aku mau.
Terima kasih sudah 20 tahun bersamaku, bersama keluarga kecil kita yang hangat. Semoga akan ada tahun-tahun berikutnya dengan aku yang telah bisa membuatmu bangga. Walau malas sering mengejarku, dan aku juga terkadang mengajak malas untuk berteman. Tetapi, aku juga berkawan dengan usaha, Pa. Agar aku bisa membuatmu bangga suatu hari nanti memiliki gadis sepertiku.