Senin, 08 Agustus 2016

MENYUARA

Tanah Melayu
Minggu, 7 Agustus 2016

Apakah kali ini takdir kembali berputar haluan? Jalan hidup memang tak bisa disurati sendiri. Dari hulu ke hilir, namun kadang malah kembali ke hulu atau bahkan tersendat di bebatuan. Belum berjodoh dengan kesukaan membuatku tanpa arah. Tak tahu mana lagi hilirku kali ini. Kadang terpikir, biarkan saja ia mengalir. Namun jika abai, ia akan mati sebelum menemukan muaranya. Padahal aku telah punya sejuta angan bersamanya.

Bisa disebut, ia kini tengah sekarat. Terseok-seok mengumpulkan secuil-cuil kekuatan. Baik dari memori lama, pun dari ingatan mereka yang berserakan. Aku pungut tanpa sepengetahuan.

Memasuki universitas kehidupan membuatku berjarak dengannya. Ia tengah tertimbun kesibukan. Terabaikan kepenatan. Lalu terkubur keegoisan. Dan aku? Telah kehilangan rival bersama semangat yang menyertainya. Tak memiliki lawan mengakibatkanku mengalami degradasi asa.

Jika perihal hidup, saat ini aku telah hidup dengan baik. Namun, tanpanya aku belumlah utuh. Merasa belum menjumpai duniaku.

Berbagai jalan sebenarnya pernah kutempuh agar seiring dengannya. Tapi suratan Tuhan belum mencampuradukkan kami. Melepaskannya sesaat seperti ini, mengakibatkanku terkungkung impian. Mimpi yang harus kusegerakan nyata.

Hingga tadi pagi saat tengah membongkar-bongkar file usang di laptop, mataku menangkap sebuah file yang sempat menjadi fokusku tahun ini. Iseng, kubukai file itu. File dari seorang senior yang berisi perjuangannya memenuhi bejibun persyaratan menyemogakan impian. Akhirnya September mendatang ia akan berangkat ke Belanda meraih masternya. Aah, ia sungguh memukau. Kubacai esai-esai yang ditulisnya sebagai persyaratan mendapatkan beasiswa penuh itu. Lagi, aku terkagum-kagum akannya. Sedari kecil ia memang sudah haus akan dunia pendidikan.

Berkatnya, kutangkap kembali jiwaku yang tengah berkelana. Walau belum menemukan jalannya, aku masih bisa tetap menjadi pecinta sastra, penggiat sastra, penyuluh sastra, menumbuhkan rasa cinta akan sastra, dan melahirkan bibit-bibit Sastrawan. Mungkin bukan saat ini, tapi suatu saat nanti. Siapa yang melarang? Tak ada. Hanya perasaan tak layak yang memenjarakan diri.

Dengan seni aku berkarya,
dengan bahasa aku bicara,
dan dengan sastra aku berkarya dan bersuara.

Tahun ini telah ku-blacklist daftar pertama pada lembar perencanaan. Nomor dua untuk mengabdi pada bidangku pun telah kucoret. Tapi tetap saja aku tak akan ikhlas untuk melepaskan itu. Ini hanya masalah waktu. Bukankah aku merasakan dengan sangat betapa Allah selalu menyayangiku dengan berbagai jalan-Nya.

Aku yakini perasaan ini akan kusyukuri suatu saat. ^_^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar