Jumat, 16 Desember 2016

Jangan Terungkit


Dahulu, ada kepribadian aneh yang bersemayam. Ia terlahir tanpa sepengetahuan. Ia hidup dalam ketidaksadaran. Namun ia selalu ada bak pahlawan. Dengannya aku terlihat menawan. Akhirnya, aku terbiasa bersembunyi dibaliknya, saat keadaan runyam. Ia adalah topeng yang membuatku terlihat bagak.

Hingga akhirnya kusadari. Jika selalu mengandalkannya, tak akan ada yang tersisa kecuali tubuh dan jiwa yang masih bernama. Karena ia akan melumat habis diriku. Dan menjelmakanku serupa inginnya.

Memang, hal berat dalam hidup adalah jujur dengan keadaan diri sendiri. Teringat pesan seseorang yang telah kuanggap sebagai kakak. "Jika sedih, sedihlah. Jika tersakiti, bilang sakit. Jika ingin diperhatikan, bilang ingin. Semua harus jelas. Sebab, manusia bukan dukun semua, yang mampu mengartikan makna yang tersimpan dari balik sikap kita".

Aah itulah masalah terbesar dalam diriku dulu. Tak ingin terlihat lemah dan dikasihani orang. Hingga aku berkutat
dalam wujud yang membagak. Menerjang dengan ganas saat merasa terugikan. Tapi apa yang kutemui? Ada jiwa dalam tubuh ini yang semakin terluka. Ada hati yang meraung ingin dimengerti. Ada harap yang semakin menganga. Namun sayang, jika tak disuarakan, tak ada yang mendengar jeritan hati.

***
Semenjak aku mengenal seseorang, lambat-lambat topeng itu terkelupas. Aku menjadi diriku lagi. Sedih sewajarnya, bahagia sekadarnya. Dan berusaha mensyukuri semuanya.

Terkadang, ada perasaan tak ingin menampilkan hati yang berkecamuk. Lalu ia yang mati suri itu bangkit kembali. Pernah, aku disurupi olehnya dan membagak lagi. Berharap melukai dia, malah semakin melukai diri sendiri. Beruntung ia bukanlah mereka dulunya. Ia adalah lelaki berbeda, yang membuatku percaya bahwa masa depan tak akan kelam.

Terima kasih Coklat.
Percayalah, aku hanya tak ingin terlihat berharap dan lemah. Jika aku pernah dan mungkin berbuat seperti itu lagi, yakinilah aku jauh merasa lebih buruk. Aku tengah berusaha menguburnya, agar ia tak bangkit lagi suatu ketika. Terima kasih masih senantiasa bersabar sembari menungguku mendewasa dengan baik.

***

Untuk sesuatu yang melingkari jariku saat ini. Terima kasih telah mengikatku dengan lambang kasih yang manis. Selain tentang waktu tak ada yang patut kuragui darimu. Bersamamu serasa masa depan kita semakin dekat. Semoga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar