Kamis, 02 Februari 2017

Lelakiku, Selamat Mengenang Kelahiran



Disepertengah malam ini kulambungkan berjuta-juta doa ke langit berharap tangan Tuhan menyentuhnya. Lalu menjatuhkan dalam wujud-wujud nyata padamu.



3 Februari 2017
Kali ini 3 Februari yang berbeda dari hari-hari yang sudah kulewati. 3 Februari yang kunantikan sejak mengenalmu ratusan hari lalu. 3 Februari yang tengah kuperbincangkan pada Tuhan saat ini. 3 Februari pertama yang akan kita lewati bersama. Dan berharap akan selalu ada kebahagiaan pada 3 Februari untuk tahun-tahun selanjutnya yang menyertai kita. 3 Februari ini milikmu. Selamat mengenang kelahiran.

Hai, Abang (panggilan yang kusematkan sebelum namamu)! Aku ingin mendengar bagaimana kisahmu saat baru dilahirkan ke dunia ini? Bagaimana engkau belajar merangkak, ngesot-ngesot, berjalan, hingga berlari kencang? Apa kata-kata pertamamu selain owek-owek? Tapi jelas saja kau tak akan mengingat semua itu. Untuk itu, suatu saat akan kutanyakan itu pada orangtuamu. Rasanya tak sabar mendengarkan semua tentangmu. Terlintas, betapa aku punya bahan lelucon baru untuk memancing ekspresi lucu di wajahmu.  

Hai, Abang! Lelaki yang membuat rasa ingin tahuku membuncah. Bagaimana engkau bisa menjelma menjadi sosok yang membuatku betah memandangimu berlama-lama? Bagaimana cara beliau (orangtuamu) membesarkanmu hingga membuatku terkesima dengan caramu memperlakukan sesama manusia dan makhluk ciptaan Tuhan lainnya? Bagaimana tangan Tuhan merancangmu hingga membuatku berucap syukur dipertemukan denganmu?

Hai, Abang! Lelaki yang berhasil memancing rasa ke-kepo-anku. Bagaimana Sukri kecil dulu yang terkenal bandelnya? Bagaimana hubunganmu dengan sesama saudara-saudaramu? Bagaimana masa remajamu? Bagaimana kisah cinta monyetmu dengan wanita-wanita lain? Sambil merengek-rengek, aku selalu bersemangat memintamu untuk mendongengkanku kisah hidupmu. Aku menyusuri setiap jengkal ceritamu. Membayangkan betapa menggemaskannya Sukri kecil yang bandel. Merasakan betapa hangat hubungan persaudaraanmu. Mencemburui betapa indah masa ababilmu dulu. Sempat terbesit itu, lantaran tak ada aku di kisah masa lalumu. Kekanakan bukan? Padahal jelas sekali, mereka telah jauh kau tinggalkan di masa lalu. Masa kini jelas milikku. Dan masa nanti tengah kita usahakan sekarang.

Hai, Abang! Topik utama yang selalu kudiskusikan dengan Tuhan untuk masa depan nanti. Semoga tulang rusukmulah yang tertanam di tubuhku ini. Aku berharap kaulah pemilik dari rusuk ini. Lelaki yang selalu menjadi penyebab getaran hebat di dadaku. Membuat darahku berdesir sangat kencang. Dan jantungku berdebar-debar heboh. 

Aku selalu penasaran bagaimana engkau tumbuh dari 3 Februari 1992 hingga 3 Februari-nya tahun ini, 2017. Seperempat abad, ah engkau sudah tua ternyata (hahaha). Kurasa usia tersebut layak menggambarkan dirimu yang matang dalam menyikapi segala prahara kehidupan. Menjadikanmu bijak dalam bersikap dan berkata. Dan menyenangkan dalam perbuatan. Selamat  berulang tahun perak Sayang, 25 tahun.

Sebenarnya aku tak pernah menyukai “ucapan selamat” atas berkurang usia (berkurang jatah kebersamaan kita). Aku adalah orang yang paling malas melontarkan kata-kata tersebut. Begitu pula untukmu kali ini. Anggap saja ucapanku di atas hanya penyempurna sebuah momentum ulang tahun di negara kita ini. Bukankah ulang tahun identik dengan ucapan selamat? Untuk itu kulanjuti saja dengan mendoakanmu di umur barumu ini. Semoga segala kebaikan hendaknya menyertai setiap langkahmu, dimudahkan segala urusanmu, diberkahi dengan rezeki serta kesehatan, dan semakin mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta, Allah Swt.. Aamiin. Cukup itu saja, karena sumber kebahagiaan di hidup ini hanya terletak pada kesehatan rohani dan jasmani. Selebihnya, cukup menjadi pembicaraanku dengan Tuhan saja, tentunya juga tentang niat kita yang satu itu. Semoga segera diijabah Allah. Aamiin ya rabbal ‘alaamiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar