Suatu senja di Bukttinggi, 6 Juni
2016
Sebenarnya
aku marah dan berusaha mengurungkan untuk menulis ini. Pun tak ada ucapan dan
doa yang kukirimi padamu via telepon
tiga hari lalu hingga kini. Tapi yakinilah, dalam kecewa aku tetap memanjatkan
harap pada Allah untuk melimpahkan segala kebaikan pada saudara semata
wayangku. Tempatku mengadu dan berkeluh kesah tentang hidup.
Alasanku
merajuk sepele. Pada Jumat, 3 Juni kemarin kau tak menyempatkan diri pulang ke
rumah. Kau memilih balimau (tradisi
sebelum puasa) dengan teman-teman. Aku cemburu, di rumah ada aku dan papa yang
menungguimu. Aku bahkan berpikiran, mungkin karena tak ada mama di rumah. Tak
ada masakan enak yang akan tersedia menyambut kepulanganmu seperti biasanya.
Asal Uda tahu, aku telah mempersiapkan masakan yang kau sukai. Berharap kau
akan memakannya dengan lahap. Sampai malam datang, kau tak jua muncul. Pulangmu
hanya sebatas Padangpanjang, tak sampai Bukittinggi. Pun besoknya, Sabtu dan
Minggu kau tetap tak singgah padahal kau libur kerja. Kecewa.
3
Juni, sudah lewat tiga hari terhitung dari tahunmu berulang. Maaf datang terlambat
karena aku tengah mengubur ego. Hadiah bukan perihal benda saja, tapi tentang
semua hal yang diperuntukkan untukmu. Termasuk tulisan yang mengandung berjuta
rasa ini. Tak ingin menyesal aku tuliskan ini untukmu. Seperti tradisi kita,
bukan perayaan atas berkurangnya usia. Namun rasa syukur karena saat ini kita
masih bersama. Terima kasih untuk segalanya. Tetap hidup dengan baik ya, Da?
Sedari
dulu hingga kini, kau adalah pemicu langkahku. Doakan aku bisa menyusul
kesuksesanmu. Membahagiakan orangtua kita sepertimu. Tetap sehat dan selalu
bahagia.
Mengenai
ucapku waktu terakhir kita bertemu, pertimbangkan baik-baik. Uda punya
kesempatan dan pintar, jangan disia-siakan. Aku saja ingin seberuntung dirimu.
Semuda itu, Uda telah memiliki jaminan hingga tua. Tapi syukur bukan perihal
mencukupkan. Uda memiliki peluang, walau waktumu memang sangat padat. Aku tahu
kau sangat lelah. Bersabarlah. Manfaatkanlah apa yang kau miliki. Lanjutkanlah
studimu, itu harapan terbesar aku dan orangtua kita. Semoga dalam waktu dekat
Uda bisa merealisasikannya. Mungkin tahun ini, besok, atau beberapa tahun lagi.
Tapi semoga tak lama lagi. Semuanya demi Uda, bukan untukku, papa, atau mama. Uda
pasti lebih bijak memutuskan hidup Uda dibandingkan siapapun.
Selamat
tahun berulang Uda. 24 tahun berjaya. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar