Sabtu, 11 Januari 2014

Catatan dipenghujung Belasan





Catatan dipenghujung Belasan




 




Waktu tidak pernah mau menunggu apalagi berhenti sejenak untuk kesiapan kedewasaan. Waktu tidak pernah berlari, tetapi aku akan berlari mengejar waktu demi pencapaian-pencapaian yang aku rancang dalam kehidupanku.




***




Tinggal hitungan hari, jika Allah masih berkenan memberiku kesempatan untuk mengulang menikmati kembali momentum awal kehidupanku. Hari bersejarah yang penting dari bagian hidupku, dimana seharusnya “kedewasaan” ikut bersamaku memperingati hari itu. Sudahkah kusiap, untuk tuntutan kata “dewasa” yang sebentar lagi akan tersemat dalam usiaku. Atau aku hanya akan berpura-pura memakai topeng “kedewasaan” yang masih belum bisa kumiliki.




Belasan, yah sebentar lagi “dia” akan beranjak meninggalkanku dengan berjuta kenangan yang telah kami rajut bersama. Belasan mengajarkanku arti bertanggungjawab dalam tindakan yang kulakukan, walaupun tidak jarang aku masih berlindung dalam dekapan ketakutan atas tindakanku sendiri. Belasan membuatku sadar harus ada mimpi dan pencapaian agar hidupku terasa bermakna. Belasan mengingatkanku bahwa aku punya motivator terhebat yang selalu menyemangatiku dalam meraih segala mimpi. Belasan mengenalkanku pada getaran-getaran saat rasa telah mengisi ruang kosong dalam dadaku. Belasan aku mengetahui itu abstrak tapi sangat nyata terasa, yah kekaguman pada makhluk bernama pria. Belasan menemaniku melewati masa labil, masa dimana aku mencari jati diriku.




Tapi belasan tidak pernah membuatku melupakan daftar-daftar nama orang yang harus kubahagiaan. Belasan begitu setia bersamaku mengukir cerita-cerita di dinding-dinding kokoh bernama hati. Belasan kini harus meninggalkanku, tetapi dia akan mengantarkanku kepada gerbang “kedewasaan”. Belasan adalah masa yang membuatku tersadar, waktu tidak pernah mau menunggu apalagi berhenti sejenak untuk kesiapan kedewasaan. Waktu tidak pernah berlari, tapi aku akan berlari mengejar waktu demi pencapaian-pencapaian yang telah aku rancang dalam kehidupanku.




***




Teringat tingkah konyol kala masa labil masih menjajah tingkahku, sepertinya alay juga pernah kulewati. Galau pun pernah berkali-kali menyerangku dan berhasil membuatku terjangkit virus dilema. Tetapi, rasanya belasanku begitu bermakna dan terasa indah, karna aku juga pernah mengalami masa-masa dimana memang harus dilewati remaja. Setidaknya “cabe-cabean” yang lagi trendnya sekarang tidak pernah menyentuh hidupku. #bangga ne ceritanya. Hahaha




Gamang, sepertinya juga ikut merasakan apa yang aku rasakan. Sanggupkahku mempertanggungjawabkan sesuatu yang akan mendekat padaku? Aku masih saja menyukai ketika kepalaku diusap-usap dan rambutku dibelai Papa ketika dia bangga memiliki putri seperti (mungkin) atau karena dia gemas dengan tingkat kebawelanku yang mengusik, hehehe. Tanpa asalan yang pasti aku sudah cukup yakin, beliau tahu cara sederhana buatku bahagia.




Berbeda dengan Mama, aku masih saja suka bersembunyi dalam dekapan hangatnya ketika dunia membuatku takut. Aku berlindung dalam pelukannya ketika aku takut menghadapi kenyataan bahwa terkadang sesuatu yang kita harapkan tak bisa sesuai dengan yang kita dapatkan. Apakah ketika kedewasaan itu datang, aku tak boleh lagi merasakan hal tersebut? Sungguh aku tak ingin dewasa itu hadir, jika dia harus merenggut kenyamananku.




Aku masih saja suka menarik perhatian Uda (Kakakku satu-satunya), membuatnya gemas dan akhirnya mencubit kecil pipiku. Kami sama-sama beranjak dewasa, tapi rasanya aku masih tidak rela jika ada gadis lain yang merebutnya dariku kelak. Egois sekali aku ini, yah itulah kenapa sampai sekarang kedewasaan mungkin masih enggan mendekatiku.




***




Tersandera dalam pikiran sendiri




Basuh ingatan atas ketakutan yang menghantui




Jembatan yang menyeberangi




Hidupku kini dan nanti




Tapi aku tak ingin memutar haluan




Tuk mengejar masa lalu




Karena banyak mimpi yang kugantungkan




Di masa mendatang




Yang membuatku tersadar




Semua pasti akan merasuki




Seiring waktu yang meninggalkan




Jejak-jejak pengharapanku




***




Rasanya hal yang wajar ketika perasaan ini mengeluti hati, tapi aku tidak boleh terpuruk terlalu lama, dalam kekalutan-kekalutan yang berhasil aku ciptakan sendiri. Dewasa punya caranya sendiri untuk merasukiku, tanpa harus merenggut kenyamananku bersembunyi di topeng kekanak-kanakan yang kusebut Belasan ini.




***



Terimakasih kepada seseorang yang telah melecutiku dengan motivasinya, ketika aku duduk berdiam dan memerhatikannya sedang menulis resolusinya dipergantian tahun baru kemarin. Aku pun berusaha menuangkan setiap pikiran dalam kata yang kurangkai dan berhasil kutuliskan ini. Rasanya sayang pada waktu kosongku yang mengalir tanpa aktivitas yang bermakna. Inilah cara ampuh menikmati kejenuhan dalam liburanku.  (^_^)Wichy Elvinda Rahmaddina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar