Rabu, 11 Mei 2016

Mengertilah. Mari Berhenti Saling Menyakiti!

"Saat suatu hubungan berakhir, bukan berarti dua orang berhenti saling mencintai. Mereka hanya berhenti saling menyakiti." -R.A. Kartini: Habis Gelap Terbitlah Terang.

Akhir 2014 lampau, suatu kegiatan di Medan mempertemukan kita. Semenjak itu hingga saat ini kita tak pernah putus komunikasi untuk sehari pun. Kita bertahan tanpa sadar saling menyakiti.
Maaf, sedari tadi aku menonaktifan paket data. Langka memang, aku bisa bertahan tanpa jaringan internet. LDR mengakibatkan kita bergantung dengan media sosial.
Hari ini aku mencoba membiasakanmu tanpaku. Melatihmu melupakan aku. Mengenalkan lagi pada duniamu sebelum ada aku, dua tahun silam. Aku yakin sedari tadi kau sibuk menghubungi (seperti biasa, saat aku merajuk). Tenang, kali ini aku tak ngambek kok. Aku hanya ingin menyadarkanmu.
Sebenarnya aku merasakan hubungan ini fantastis. LDR membuat kita sering memanfaatkan kesempatan dan mencuri-curi waktu. Untuk berjumpa saja butuh perjuangan. Anggap saja karena hobi kita sama, berpetualang. Menjelajahi tempat asing untuk melepaskan candu. Kita sepaham, tak pernah mempermasalahkan uang. Kita tak mencari kekayaan namun kepuasan diri. Berbagai kota menjadi saksi pertemuan kita. Tiga pulau besar di Indonesia (Sumatra, Jawa, dan Sulawesi) telah berhasil kita takhlukkan. Dua negara tetangga (Singapura dan Malaysia) adalah bukti kebersamaan kita.
 Kalau ingatanku tak salah, telah banyak kota yang menjadi sejarah. Berawal dari Sumatra Utara (Medan), lalu Jawa Barat (Bandung), Sumatra Barat (Padang, Bukittinggi, Padangpanjang, Solok, dan Alahanpanjang), Pulau Jawa (Jakarta), Sulawesi Selatan (Makassar), Jawa Timur (Surabaya), Jawa Tengah (Semarang, Ambarawa, dan Kendal), Sumatra Barat (Padang dan Padangpanjang), Pulau Jawa (Semarang, Kendal, dan Jakarta). Hingga Singapura dan Malaysia. Selanjutnya, selepas lebaran kau mengajakku ke Aceh. Hahaha. Serasa hidup kita hanya untuk bersenang-senang. Mereka yang tak mengetahui prahara pasti berpikir kita bahagia. Untuk Aceh, mungkin aku akan membiarkanmu pergi sendiri saja. Walau itu adalah satu-satunya provinsi yang belum kukunjungi di Pulau Sumatra. Destinasi yang paling ingin kusamperi adalah Sabang, aku ingin menginjakkan kaki di Titik nol. Perihal ini akan kuusahakan sendiri. Cukup nostalgilanya. Kembali ke topik!
Sedari dulu hingga kini, kau masih saja serupa itu. Tak berubah. Saking manutnya, aku tak menyadari wujudmu sebenarnya. Mari merenung! Sudah bijaklah kau dalam bertindak? Sebijak mulutmu bercuap-cuap? Kurasa tidak.
Aku bukannya tak ingin bersuara lantaran tunduk padamu. Aku tak bebal olehmu. Berulang kali kau berujar tak pernah bisa mencegah ulahku. Memang begitu adanya. Kau tak bisa mengendalikan pikiran. Bahkan untuk memahami saja kau tak mengerti. Sulit bagimu untuk menyetir tindakanku. Tak pernah sekalipun. Aku bukan rekan yang solid untukmu bermain sandiwara.
Pertanyaan yang bercangkal di benakku. Apa yang membuatmu selalu bertahan? Hubungan kita sudah tak semanis janji-janji manis lagi. Namun, memasuki tahun kedua tak sekalipun kau melontarkan selamat tinggal. Berulang kali pun kau yakinkan, aku tak akan paham atas niatmu.
Aku hanya ingin kau merenung. Hubungan kita tak sehat lagi sekarang. Sering keruh dan berujung debat tak berkesudahan. Seharian aku memberimu waktu untuk merasakan ketenangan. Menikmati kesendirian. Damaikan tanpa ada kerusuhan? Kamu tenang kan tanpa ada aku yang selalu memulai keributan?
Pahamilah! Dalam hubungan kepercayaan adalah fondasinya. Jika kepercayaan itu yang telah roboh, tentulah hubungan yang dibangun akan runtuh. Saat ini kita telah tiba di masa itu. Cinta saja tak cukup untuk kembali membangun fondasi. Terlalu naif jika kita hanya bertahan karena cinta. Padahal kita saling menghunus pisau di hati masing-masing. Mengertilah. Mari berhenti saling menyakiti!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar