tentang
Si A
Tadi
siang saat tengah berselancar di facebook,
ia kembali menyapa. Aku membiarkan saja dengan berbagai gejolak di pikirannya.
Sudah terhitung hampir empat bulan aku mencukupkan segala perihal tentangnya. Terakhir
kali aku melihatnya dengan gagah datang di wisudaku dan mengucapkan selamat.
Aku akui ke-gantle-annya.
Lagi,
tadi ia memohon agar dimaafkan. Apa yang mesti kumaafkan atas kesalahan yang
tak pernah ia lakukan. Lalu, kembali aku mendiamkan. Tak tega rasanya
menghancurkan segala angannya tentangku. Tentang gadis polos yang penuh belas
kasih. Yaaah, setidaknya begitu ia menilaiku.
Sering
temanku menjadi sasaran curhatannya. Betapa ia merasa bersalah karena membuatku
melepaskan semua. Aku pun heran sebegitu percayakah ia padaku? Hingga, hanya ia
seorang yang tak tahu apa yang telah kuperbuat. Teramat polos memang. Atau ia
berusaha menutup mata agar tak kehilanganku. Entahlah, hanya ia dan Tuhan yang
tahu.
Bisa
dikatakan segala pintaku tak pernah ia tolak. Ia memperlakukanku bak ratu yang tak boleh dikecewakan. Ternyata,
aku tak butuh itu semua. Tak pantas aku diperlakukan seperti itu olehnya.
Berkali-kali
aku mencoba untuk menyudahi. Namun, aku kembali menemukannya dengan segala
kebaikan. Saat aku memutuskan untuk mengakhiri, kembali ia memunculkan wajahnya,
dan lagi aku urungkan itu. Tak tega aku melukainya. Bersamanya aku hanya
dihinggapi perasaan kasihan. Hingga akhirnya kucukupkan untuk bertemu
dengannya, agar aku tak terus-terusan merasa kasihan. Ia tak pantas untuk dikasihani. Ia terlalu baik hanya untuk menampung belas kasihanku.
***
tentang
Si J
Selain
itu, aku juga telah memiliki seseorang (setelah bersamanya) yang tak ingin
kutinggalkan dalam berbagai keadaan. Sudah sering rekan-rekan dari berbagai leting mengingatkan tentang hukum Tuhan
yang tak bisa dielakkan. Aku paham itu. Nyatanya, aku mengabaikannya. Bukan
karena aku tak takut. Aku hanya tak memiliki upaya untuk menyelesaikannya. Pun,
aku tak dituntut untuk memilih dan meninggalkan.
Pikirku,
seseorang itu menerima ketidakdewasaanku dalam menjalani hubungan. Kupikir,
seseorang itu memberiku waktu untuk menyelesaikannya sendiri. Tak perlu ikut
campur tangan karena ia memercayai perasaan yang bersemanyam di hatiku. Sayang
seribu sayang, jika tak disuarakan, siapa yang akan mengerti isi hati
seseorang. Aku dengan pikirku dan ia bersipaku dengan pikirannya. Tak pernah
ada komunikasi perkara itu. Batinku, ia memahami semua. Nyatanya, aku menambah lagi
daftar orang yang kukecewakan.
Tak
pernah kumenyadari, polah kekanak-kanakanku diartikan serius oleh seseorang
itu. Tak sadar seseorang itu, segala upaya kulakukan untuk bertahan bersamanya.
Bahkan berkali-kali aku berusaha menepis pria-pria lain. Walau terkadang aku
sempat tergoda, namun aku menemukan hatiku telah terkunci padanya.
Memang,
tabiat kasar kutunjukkan padanya. Agar ia tak semena-mena padaku. Pantang
bagiku untuk mengemis perasaan. Aku pancing ia sampai ke ubun-ubunnya. Hanya
untuk membuktikan seberapa sanggup ia bertahan denganku. Seberapa sabar ia
menghadapiku. Kuumbar hal-hal gila dari mulutku untuk membuatnya marah. Namun,
tak pernah aku temukan ia marah padaku. Hingga itu menjadi kebiasaan bagiku.
Sedikit saja aku tersinggung karenanya, aku mengamuk-ngamuk tak jelas. Galak
memang. Bak filosofi seorang
perempuan yang berasal dari tulang rusak pria yang bengkok. Ia akan patah jika
dipaksakan, namun ia akan semakin bengkok jika dibiarkan. Harusnya aku
dibimbing bukan dibiarkan saja semakin sesat.
Nyatanya,
ia menyimpan semua tingkahku. Ia merekam segalanya. Lalu ia mempraktikkannya
juga. Ia belajar dari guru yang tak pernah melakukannya. Ia mencontoh dari guru
yang hanya modal omong saja. Guru yang baik adalah guru yang bisa membuat
muridnya melakukan lebih dari yang diajarkan. Setidaknya, aku telah berhasil
menjadi guru yang baik, karena ia mengerjakan lebih dari yang aku ucapkan.
Siang
telah berganti malam dan malam telah menjadi siang. Semua telah berlalu. Mengutuk
yang lalu tak akan membuat hari ini lebih damai. Aku mendapatkan pelajaran
berharga. Dan hanya satu jalannya berusaha untuk ikhlas dan memaafkan.
***
tentang
Si A
Segala
tingkahku telah terbayarkan. Tuhan memang hakim yang adil. Dulu aku
mengkhianati dan sekarang aku yang terkhianati. Tanpa ia harus tahu itu, ada
orang lain yang membayarkan lunas. Sepertinya, Tuhan sayang padanya, hingga ia
tak harus merasakan sakit atas nama pengkhianatan.
Walau
utangku telah lunas, namun aku masih dirundung perasaan bersalah. Maafnya belum
kudapatkan. Sudah saatnya kuhentikan pengharapan baginya. Sampai kapan ia akan
beranggapan bahwa semua salahnya. Tak ada yang salah padanya. Aku yang tak
benar dari awal. Seharusnya saat menyudahi semua, langsung kutuntaskan
sekaligus. Bukan cuma perkara mengakhiri tapi juga mengakui. Tapi apa daya, aku
tak memiliki tenaga lagi saat itu. Bahkan sampai detik ini keberanianku belumlah
timbul. Namun aku berjanji, hingga saatnya nanti, kekuatanku telah terkumpul
akan kutemui ia. Apapun yang akan dia katakan dan lakukan, aku terima semuanya.
Asal kuperoleh maafnya.
***
tentang
Aku dan J
Banyak
hal yang telah mengubah hidupku akhir-akhir ini. Awal tahun lalu, telah terbesit
di hati untuk tak bermain-main lagi (walau nyatanya aku tak pernah main-main
dan dengannya telah kupercayakan masa depan). Namun batinku tergoncang, niat
baikku malah berbuah lara. Sempat berpikir tobatku sia-sia. Hingga akhirnya aku
tersadar, tak ada yang salah dengan niat untuk memperbaiki diri sendiri menjadi
lebih baik. Aku tak mendendam, apalagi akan membalas ulahnya. Kuserahkan saja
pada Tuhan. Walau di lubuk hati terdalam masih menyimpan ketidakpercayaan padanya
atas kebohongan akut yang kuterima. Namun, aku yakin ia telah insaf. Saat ini
kucukupkan untuk mengenal pria lain. Aku beri ia satu kesempatan lagi. Jika ia sia-siakan,
berarti ada lelaki lain yang lebih tepat mendapatkan. Karena aku yakin Tuhan
akan memasangkan orang yang berniat baik dengan orang tulus juga. ###
Padang, 14 April 2016
No comment
BalasHapusLha kamu pake akunku ngoment, Mas.
BalasHapusNo comment
BalasHapustentang si "I" ndak ado doh yo? :D
BalasHapusTentang Si I telah lama diselesaikan Nda. :D
BalasHapushahaha, bagus lah kalau gitu.
BalasHapus